Rabu, 09 April 2003

Bisnis Bimbel Menuai Respons Tinggi

REPUBLIKA , Rabu, 09 April 2003

Metode yang diterapkan di bimbel mana pun nyaris sama. Yang membedakan adalah bagaimana mereka memperlakukan para siswa.

Pendidikan luar sekolah semakin mendapat tempat di kalangan siswa dan sekolah. Seiring meningkatnya kesadaran pendidikan luar sekolah, berbagai lembaga bimbingan belajar (bimbel) menuai respons positif di tengah pasar yang semakin membengkak.Meski sempat menuai anggapan buruk di masa lalu, berkat kerja sama yang baik dengan pihak sekolah, usaha bimbingan belajar mampu menempatkan diri menjadi mitra sekolah-sekolah formal. ''Dulu memang sempat ada anggapan kalau bimbingan belajar memberi rumusan sesat pada siswa. Tapi, kini anggapan itu hilang,'' ujar K Medy Suharta, direktur Sony Sugema College (SSC) di kawasan Fatmawati, Jakarta.Inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi lembaga bimbel SSC, yang memulai langkahnya di Bandung. Setelah menuai sukses di kota kembang, SSC melirik Jakarta. Perlu modal awal sekitar Rp 10 juta untuk membuka cabang di tempatnya sekarang pada 1991 silam. Uang ini dipakai untuk membeli fasilitas mengajar, membayar gedung, dan honor pengajar. Soal izin, Medy mengaku tidak mengalami kesulitan apa pun. Pasalnya, lembaga kursus berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga luar sekolah. Usaha mulai menggelinding berkat promosi gencar, kerja sama dengan pihak sekolah, melakukan uji coba ke luar (try out), dan rajin mencari sponsor. Demi menepis anggapan buruk yang sempat mencuat, SSC getol juga melancarkan sosialisasi dengan berkunjung ke sekolah-sekolah. ''Kami juga sharing dengan para guru,'' tambah alumni Teknik Elektro, ITB ini.Kegigihan itu ternyata membuahkan hasil. Saat ini, lanjutnya, bimbingan belajar ini telah memiliki sekitar 3.500 siswa dan sembilan cabang di seluruh Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Dari jumlah itu, sekitar 50 persen adalah para pelajar SMU. Sisanya, terbagi antara siswa SLTP kelas 1 dan 2, dan murid sekolah dasar kelas 6.Rahasianya? Medy menyebut, bimbingan belajarnya terbilang unik. ''Secara umum kami banyak menggunakan teknologi,'' ujarnya seraya mengatakan adanya interactive voice response untuk membantu para siswa. Fasilitas ini semacam call center yang biasa dipakai di sejumlah perusahaan.Selain itu pemeriksaan try out menggunakan alat scanner. Untuk mempermudah proses belajar-mengajar, SSC memberikan fasilitas perangkat audio visual Tentang metode pengajaran, Medy menilai hampir seluruh bimbel memiliki metode yang nyaris serupa. ''Kami sendiri cenderung membuat suasana belajar yang menyenangkan, serius, tapi santai.''Para siswa berkesempatan memberikan respons balik. Medy berkisah, sempat terjadi kasus satu kelas tidak senang dengan guru yang mengajar. ''Mereka sampai membuat petisi. Terpaksa gurunya kami ganti,'' tutur Medy. Tapi, bila masih bisa dirundingkan Medy lebih memilih mendekati dan menanyakan siswa yang bersangkutan.Tenaga pengajar SSC sendiri terdiri atas tenaga tetap, bulanan, dan paruh waktu. Honor yang mereka terima tergantung pada jumlah jam mengajar. SSC juga tidak menetapkan batas pendidikan tertentu, yang penting mereka dapat diterima oleh siswa dan lolos tes seperti tes materi, wawancara, dan psiko tes. Metode itu cukup ampuh, karena sekitar 50 persen siswa mereka berhasil lolos di SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun ajaran ini, SSC menetapkan tarif per semester sekitar Rp 575 ribu dengan uang pendaftaran Rp 50 ribu. Sedangkan untuk intensif masuk UGM, siswa dikenakan biaya hingga Rp 400 ribu untuk satu bulan.Rekrut ketatLembaga pendidikan Nurul Fikri (NF) menetapkan biaya pendaftaran Rp 30 ribu untuk para siswa baru. Sedangkan biaya bimbingan dan modul belajar IPA atau IPS untuk Maret-Mei berkisar Rp 330 ribu hingga Rp 390 ribu. Seperti diungkap Agus Suprayitno, sekretaris Nurul Fikri, untuk program IPC, dikenakan biaya tambahan Rp 120 ribu karena waktu belajar lebih banyak. Bila ada siswa yang ingin mengikuti program reguler semester 2 dan super intensif SPMB 2003, mereka harus merogoh kocek hingga Rp 700 ribu.Uniknya, untuk 80 siswa berprestasi Nurul Fikri bakal memberi beasiswa sebesar Rp 55 juta di setiap semester. Ada pula diskon bagi para juara 1-3 di sekolah.Metode pengajaran NF tak jauh berbeda dengan bimbel lain. Hanya saja, mereka memiliki karakteristik masing-masing dan modul sistematis. Untuk tenaga pengajar, NF menerapkan sistem perekrutan yang cukup ketat. Tenaga pengajar NF harus berasal dari perguruan tinggi negeri (PTN), entah masih menjadi mahasiswa atau telah meraih gelar kesarjanaan. Selain itu. mereka juga harus lulus tes NF yang terdiri atas tes tulis, presentasi, dan wawancara. Pada saat wawancara pelamar bakal ditanya seputar latar belakangnya. Dengan demikian pelamar akan diketahui kompetensi mengajarnya. ''Karena selain mengajar materi, seorang pengajar juga harus mampu memberi keteladanan.''Sejak berdiri pada 1985, papar Agus, NF tidaklah terlalu banyak berstrategi. Promosi cukup dilakukan pada satu media massa. ''Kami lebih sering melakukan promosi antarpersonal, dari mulut ke mulut.'' Cara lain hanyalah dengan menebar brosur. Meski begitu, NF ternyata dapat mengembangkan sayap dengan membuka sekitar 30 cabang yang tersebar di Jabotabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Surabaya dengan 14 ribu siswa, serta 70 tenaga pengajar. Tiap tahun, tambah Agus, jumlah siswa pun terus meningkat. Untuk rencana pengembangan, Agus mengaku banyak permintaan waralaba dari sejumlah daerah seperti dari Lampung, Riau, dan Pamekasan. Namun, NF menuntut adanya syarat yang tidak dapat ditawar-tawar dalam standarisasi dan kualitas pengajar. ''Selama belum ada pengajar yang memenuhi kriteria, NF belum dapat menjalin kerja sama,'' kata alumni FMIPA UI ini seraya tak menutup kemungkinan adanya kerja sama lain dalam bentuk modul mengajar.Layanan konsultasi siswaIbnu Riyanto, pemilik Salemba Association, mengaku memulai usahanya dengan modal dengkul. ''Asal ada gedung, white board, kami jalan. Lebih bagus lagi kalau memakai ruangan ber-AC dan fasilitas pendukung lain,'' tambahnya.Belakangan, ia mengaku setidaknya Rp 20 juta dikucurkan untuk membangun usaha bimbingan belajar yang bermula pada 30 April 1996 lalu itu. Saat ini usahanya berkembang dengan 500 siswa, 27 tenaga pengajar, dan lima petugas administrasi.Meski terbilang baru, Ibnu menilai usahanya mengalami perkembangan yang cukup baik. Ini tampak dari peningkatan setiap tahun meski tak terlampau signifikan. Ia sendiri mengaku agak kesulitan memantau perkembangan, karena terjadi perubahan dalam kalender akademis seperti perubahan semester menjadi catur wulan.Kendala pun tidak banyak ditemui untuk membesarkan Salemba. ''Intinya, bila mau berkompetisi dengan yang lain harus dapat menyajikan menu atau metode pengajaran yang bagus sehingga siswa tertarik,'' ujarnya.Menurut Ibnu, bila dipukul rata, sebenarnya rata-rata bimbel memiliki metode pengajaran yang sama. Khusus Salemba, mereka juga memberi layanan konsultasi pada siswa yang mengalami kesulitan pelajaran dan masalah lain. Ternyata upaya itu terbilang jitu. Respons siswa bagus. Alhasil, omzet mengalir deras. Setiap bulan Salemba menangguk omzet sekitar Rp 15-20 juta. Rupiah ini digunakan untuk kebutuhan operasional dan kegiatan pendukung yang lain.Untuk pengembangan usaha, Ibnu tengah mempersiapkan membuka cabang lain. Tapi, karena melihat ketatnya persaingan, ia harus memilah dulu kawasan-kawasan yang diperkirakan bisa meraih pasar cukup banyak.nehcaption:Bisnis bimbel: Omzet per bulan hingga Rp 20 juta.() -