Selasa, 10 April 2007

Kekhawatiran Menghadapi Ujian Nasional 2007

Oleh : MAMAN, S.Pd.

SETIDAKNYA ada empat hal yang khas dalam Ujian Nasional (UN) 2007, yang membedakannya dari UN tahun-tahun sebelumnya. Pertama, kriteria kelulusan peserta UN yang mensyaratkan siswa memiliki nilai rata-rata 5,00.
Para siswa juga disyaratkan memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran dengan nilai dua mata pelajaran lainnya minimal 6,00. Misalnya, jika matematika mendapatkan nilai 4,25, bahasa Inggris 5,75, dan bahasa Indonesia 5,00 siswa tersebut dinyatakan lulus. Atau, matematika mendapatkan nilai 4,00; bahasa Inggris dan bahasa Indonesia masing-masing mendapatkan 6,00 maka siswa tersebut dinyatakan lulus. Jika kriteria minimal seperti itu tidak dapat dicapai, siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus.
Kedua, paket soal dalam UN 2007 terdiri atas dua jenis, masing-masing dinamakan paket A dan paket B. Ini berlaku dalam setiap ruangan. Artinya, dalam satu ruangan ujian, yang terdiri atas maksimal 20 peserta, peserta UN dibagi dua, 10 orang mendapatkan soal paket A, dan 10 orang lainnya mendapatkan soal paket B. Ketentuannya, peserta nomor ganjil mendapatkan soal paket A dan peserta nomor genap mendapatkan soal paket B.
Skema ini merupakan ketentuan baku, yaitu nomor peserta diurut menyamping, kemudian ke belakang, ke samping lagi, ke belakang lagi dan seterusnya dengan membentuk leter S. Dengan demikian, masing-masing paket soal beredar dalam posisi diagonal. Dan, masing-masing peserta UN akan mendapatkan soal yang berbeda dengan teman di samping kanan dan kirinya, berbeda pula dengan teman di depan atau di belakangnya. Sebagai contoh, peserta nomor 002, yang mendapatkan soal paket B, akan berbeda dengan teman di belakangnya (nomor 007), berbeda dengan teman di samping kirinya (nomor 003), dan berbeda pula dengan teman di samping kanannya (nomor 001).
Ketiga, sistem pengawasan dan pengumpulan lembar jawaban seusai ujian. Jika pada tahun-tahun yang lalu pengawas hanya bertugas membagikan soal dan lembar jawaban, mengumpulkan lembar jawaban secara berurut, kemudian menyetorkannya ke panitia; sekarang mereka mendapatkan tugas baru. Setelah lembar jawaban dikumpulkan dan disusun secara berurut, sang pengawas harus langsung memasukkannya ke dalam amplop lembar jawaban dan mengelemnya rapat-rapat. Dengan demikian, panitia tidak dapat memeriksa atau mengurutkan ulang. Panitia hanya menerima lembar jawaban dari pengawas dalam keadaan amplop tertutup rapat dan harus langsung disetorkan ke panitia tingkat kabupaten/kota.
Keempat, peserta UN yang tidak lulus harus mengulang UN pada tahun berikutnya. Hal ini berbeda dengan tahun lalu ketika peserta UN masih bisa mengikuti ujian ulang sebulan berikutnya apabila pada ujian utama tidak lulus. Kalaupun terpaksa ingin segera memiliki ijazah setingkat SMA, misalnya, mereka boleh mengikuti ujian program paket C. Hanya, rasanya menyakitkan. Bersekolah bertahun-tahun di SMA, sementara ijazah didapatkan di program paket C, yang notabene berada di luar jalur sekolah.
Keempat hal di atas, di satu sisi merupakan satu langkah maju. Namun di sisi lain, hal itu tak kurang mengkhawatirkan. Kriteria kelulusan tetap saja membuat waswas peserta UN karena harus mengejar target nilai semacam demikian. Selanjutnya, perbedaan paket soal akan cukup merepotkan panitia maupun pengawas. Panitia harus memilah dulu mana soal paket A dan mana soal paket B. Begitupun dengan pengawas ruangan. Harus benar-benar jeli jangan sampai salah memberikan.
Yang paling mengkhawatirkan adalah apabila seorang peserta UN tidak mencapai angka nilai yang masuk kriteria minimal kelulusan. Ia tidak dapat memperoleh ijazah, juga tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dan harus mengulang UN pada tahun 2008 mendatang. Ketentuan boleh beralih ke paket B (bagi siswa SMP), atau paket C (bagi siswa SMA), tentu bukan solusi yang menggembirakan.
Namun bagaimanapun, pemerintah telah menetapkan ketentuan demikian. Dan siapa pun harus mengikutinya. Kita berdoa saja semoga kekhawatiran-kekhawatiran seperti di atas tidak teralami. Mudah-mudahan!***

Penulis, guru bahasa dan sastra Indonesia SMAN 1 Kadugede, Kab. Kuningan, Jawa Barat. Harian PIKIRAN RAKYAT Selasa, 10 April 2007